Jumat, 15 Februari 2013

Larangan Merokok Juga Diminta Berlaku di Rumah

Dikatakan, salah satu contoh yang baik dan bisa ditiru adalah kebijakan di Padang Panjang, Sumatera Barat.

Jakarta -
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta agar larangan merokok tidak hanya diberlakukan di tempat umum, tetapi juga di rumah-rumah.

"Bagi kami, penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam Peraturan Pemerintah No.109 adalah kompromi. Yang kami harapkan, KTR itu bukan cuma di kawasan tertentu, tapi sampai ke rumah," ujar Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, Rabu (30/1).

Arist mengatakan, anak kecil, terutama bayi dan balita, justru paling banyak menghabiskan waktu di rumah. Sehingga bahaya terpapar asap rokok sudah dimulai dari anggota keluarga.

"Bayi dan balita itu kan tidak ke tempat umum. Mereka tidak ke kantor. Mereka akan lebih banyak tinggal di dalam rumah, sehingga kemungkinan asap rokok justru dimulai di sana," imbuh Arist.

Menurut Arist pula, Komnas PA sendiri sudah menangani setidaknya 31 kasus kecanduan rokok pada bayi dan balita. Ini merupakan sebuah fenomena yang hampir tidak ditemukan di negara lain.

"Kalau kita bongkar lagi, fenomena baby smoker (bayi perokok) itu seperti gunung es. Pasti masih banyak lagi yang belum terbongkar," ungkapnya.

Arist mengatakan, dalam menangani kasus kecanduan rokok pada balita yang telah membuat Indonesia mendapat nama buruk di mata internasional, Komnas PA selalu menggunakan terapi untuk mengurangi kecanduan si anak. Tetapi menurutnya, hal itu tidak akan efektif jika tidak didukung oleh lingkungan sekitar si anak.

"Para baby smoker itu kita terapi. Satu bulan dia sembuh. Tetapi saat dia pulang, ternyata bapaknya masih merokok. Percuma saja. Anak akan terpapar asap rokok lagi," tuturnya.

Salah satu kasus yang menjadi contoh adalah Ilham, bocah berusia 8 tahun asal Sukabumi, Jawa Barat, yang kecanduan berat rokok. Setelah diterapi dan dirawat, Ilham akhirnya berhasil berhenti merokok. Ayahnya pun ikut berhenti merokok. Sayangnya, saat kembali ke rumah, orang-orang di sekitarnya masih merokok, sehingga dengan cepat Ilham kembali terpengaruh dan bahkan kabur dari rumah.

Arist mengatakan, salah satu contoh yang baik dan bisa ditiru adalah kebijakan di Padang Panjang, Sumatera Barat (Sumbar), di mana KTR juga termasuk di rumah-rumah warga.

"Meski awalnya warga tidak merokok di rumah karena ada surat edaran dari walikota, namun lama-kelamaan mereka tidak merokok karena sudah tumbuh kesadaran sendiri, karena sudah terbiasa," tegasnya.

Sementara itu, psikolog dan pakar hipnoterapis klinis, Liza Marielly, mengatakan bahwa jika anak masih terpapar asap rokok, maka ia tidak pernah akan sembuh dari kecanduannya, meski dengan terapi. Menurutnya, hanya dengan melihat orang merokok, alam bawah sadar seorang anak akan merekam semua ingatan yang akan bisa kembali kapan saja.

"Apalagi kalau dia sampai merokok 40 batang per hari. Saya bisa bayangkan betapa berat adiksinya," ujar Liza.

Menurut Liza, dalam hal adiksi, tidak akan ada istilah sembuh total 100 persen. Karena meskipun seseorang sudah pulih dari adiksinya, namun jika ia terpapar pemicu adiksi dari orang-orang di sekitarnya, maka ia akan dengan cepat kambuh.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar