INILAH.COM,Jakarta - Kebiasaan merokok telah menjadi budaya
di belahan dunia dengan kategori 47% perokok adalah populasi pria dan
12 persen wanita dengan berbagai kategori umur.
Latar
belakang merokok beraneka ragam, di kalangan remaja dan dewasa pria
adalah faktor gengsi dan agar disebut jagoan. Sedangkan kalangan orang
tua, stres dan karena ketagihan adalah faktor penyebab keinginan untuk
merokok.
Perokok sebenarnya ingin terus merokok bukan hanya karena enak melainkan untuk mencegah atau menghilangkan perasaan tidak enak (sakaw) yang timbul kalau ia berhenti merokok.
Para
perokok biasanya tidak mau disebut pecandu, ketagihan atau
ketergantungan. Kenyataannya mereka tetap merokok walaupun tahu resiko
dan bahayanya.
Padahal kondisi kesehatan fisiknya
pun biasanya tidak terlalu berat . Itu berarti ia sudah terkena dampak
negatif rokok. Tanpa ia sadari, ia kecanduan atau mengalamai
ketergantungan. Tanpa rokok, dia merasa ada sesuatu yang “tidak beres”.
Ia
merasa tidak enak dan tersiksa sehingga tidak pernah dapat berpisah
dengan rokok. Pecandu rokok merasakan kenikmatan rokok karena adanya
nikotin.
Nikotin adalah psikotropika stimulant yang
mendatangkan perasaan tenang, segar dan fit. Perokok jadi berpikir
jernih, hilang rasa lapar, hilang rasa kantuk dan menjadi bersemangat
untuk bekerja.
Rokok memiliki ketiga sifat jahat
narkoba, yaitu habitual, adiktif dan toleran. Karenanya, perokok
berpotensi mengalami seeking, craving, sakaw dan overdosis.
Jadi,
rokok adalah narkoba! Begitu pecandu rokok, nikotin dalam rokok itulah
yang dapat membuat hidup menjadi lebih hidup. Hidup menjadi nikmat.
Jadi, rokok tergolong narkoba golongan kedua (psikotropika) atau
golongan ketiga (bahan adiktif lainnya). Dengan demikian, merokok sama
dengan mengonsumsi narkoba.
Ironisnya, walaupun
mereka menyadari banyaknya kandungan zat yang berbahaya dalam sebatang
rokok, mereka tetap saja kecanduan untuk mengkonsumsinya. Bahkan,
sebatang rokok bisa diibaratkan sebagai candu yang mematikan.
Dalam
sebatang rokok, ada ribuan zat berbahaya. Tahukah Anda, di dalam
sebatang rokok terkandung 4.000 jenis senyawa kimia dan 25 macam
penyakit. Karenanya, menghisap rokok sama saja menggadaikan nyawa
sendiri.
"Perokok memiliki 13,6 kali risiko kanker
paru-paru," tutur Menteri Kesehatan dr Nafsiah Mboi, SpA, di Gedung
Kemenkes, Kuningan, Jakarta, Rabu (23/1).
Di dalam
sebatang rokok terkandung 4.000 jenis senyawa kimia dengan tiga komponen
utama, yaitu nikotin, tar, dan karbonmonoksida. Nikotin bekerja di otak
akan merangsang pelepasan zat dopamin yang memberi rasa nyaman dan
menyebabkan ketergantungan.
Sementara itu, sejumlah
ancaman penyakit pun menghadang. Khusus bagi wanita, zat racun dalam
rokok sangat memengaruhi produksi dan keseimbangan hormon wanita.
Akibatnya,
kesuburan berkurang, menopause lebih awal dari usianya, mudah
keguguran, kecenderungan melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah, bayi prematur dan kanker leher rahim.
"Selain
merugikan diri sendiri, merokok juga merugikan keluarga, anak pun jadi
sensitif paru-parunya. Rokok adalah pembunuh. Dia menciptakan sengsara,"
ungkap Menkes.
Rokok yang masih segolongan dapat
mempunyai sifat sama pula dengan lainnya. Jika Morphin. Sabhu-shabu,
putaw dikenakan sanksi yang berat karena penyalahgunaannya, ironisnya
rokok masih sebatas larangan “semu”. Kemasan komersil rokok yang tidak
mencantumkan komposisi akan memperparah pembodohan pada masyarakat.
Seharusnya
perokok bisa “melek aksara” supaya setidaknya mampu membaca label
larangan dan resiko penggunaannya. Implementasi yang konsisten akan
menciptakan budaya bersih, sehat, dan ramah lingkungan. [Berbagai
sumber/mor]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar