Jumat, 15 Februari 2013

Rokok, Ibarat Candu Mematikan

INILAH.COM,Jakarta - Kebiasaan merokok telah menjadi budaya di belahan dunia dengan kategori 47% perokok adalah populasi pria dan 12 persen wanita dengan berbagai kategori umur.
Latar belakang merokok beraneka ragam, di kalangan remaja dan dewasa pria adalah faktor gengsi dan agar disebut jagoan. Sedangkan kalangan orang tua, stres dan karena ketagihan adalah faktor penyebab keinginan untuk merokok.
Perokok sebenarnya ingin terus merokok bukan hanya karena enak melainkan untuk mencegah atau menghilangkan perasaan tidak enak (sakaw) yang timbul kalau ia berhenti merokok.
Para perokok biasanya tidak mau disebut pecandu, ketagihan atau ketergantungan. Kenyataannya mereka tetap merokok walaupun tahu resiko dan bahayanya.
Padahal kondisi kesehatan fisiknya pun biasanya tidak terlalu berat . Itu berarti ia sudah terkena dampak negatif rokok. Tanpa ia sadari, ia kecanduan atau mengalamai ketergantungan. Tanpa rokok, dia merasa ada sesuatu yang “tidak beres”.
Ia merasa tidak enak dan tersiksa sehingga tidak pernah dapat berpisah dengan rokok. Pecandu rokok merasakan kenikmatan rokok karena adanya nikotin.
Nikotin adalah psikotropika stimulant yang mendatangkan perasaan tenang, segar dan fit. Perokok jadi berpikir jernih, hilang rasa lapar, hilang rasa kantuk dan menjadi bersemangat untuk bekerja.
Rokok memiliki ketiga sifat jahat narkoba, yaitu habitual, adiktif dan toleran. Karenanya, perokok berpotensi mengalami seeking, craving, sakaw dan overdosis.
Jadi, rokok adalah narkoba! Begitu pecandu rokok, nikotin dalam rokok itulah yang dapat membuat hidup menjadi lebih hidup. Hidup menjadi nikmat. Jadi, rokok tergolong narkoba golongan kedua (psikotropika) atau golongan ketiga (bahan adiktif lainnya). Dengan demikian, merokok sama dengan mengonsumsi narkoba.
Ironisnya, walaupun mereka menyadari banyaknya kandungan zat yang berbahaya dalam sebatang rokok, mereka tetap saja kecanduan untuk mengkonsumsinya. Bahkan, sebatang rokok bisa diibaratkan sebagai candu yang mematikan.
Dalam sebatang rokok, ada ribuan zat berbahaya. Tahukah Anda, di dalam sebatang rokok terkandung 4.000 jenis senyawa kimia dan 25 macam penyakit. Karenanya, menghisap rokok sama saja menggadaikan nyawa sendiri.
"Perokok memiliki 13,6 kali risiko kanker paru-paru," tutur Menteri Kesehatan dr Nafsiah Mboi, SpA, di Gedung Kemenkes, Kuningan, Jakarta, Rabu (23/1).
Di dalam sebatang rokok terkandung 4.000 jenis senyawa kimia dengan tiga komponen utama, yaitu nikotin, tar, dan karbonmonoksida. Nikotin bekerja di otak akan merangsang pelepasan zat dopamin yang memberi rasa nyaman dan menyebabkan ketergantungan.
Sementara itu, sejumlah ancaman penyakit pun menghadang. Khusus bagi wanita, zat racun dalam rokok sangat memengaruhi produksi dan keseimbangan hormon wanita.
Akibatnya, kesuburan berkurang, menopause lebih awal dari usianya, mudah keguguran, kecenderungan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi prematur dan kanker leher rahim.
"Selain merugikan diri sendiri, merokok juga merugikan keluarga, anak pun jadi sensitif paru-parunya. Rokok adalah pembunuh. Dia menciptakan sengsara," ungkap Menkes.
Rokok yang masih segolongan dapat mempunyai sifat sama pula dengan lainnya. Jika Morphin. Sabhu-shabu, putaw dikenakan sanksi yang berat karena penyalahgunaannya, ironisnya rokok masih sebatas larangan “semu”. Kemasan komersil rokok yang tidak mencantumkan komposisi akan memperparah pembodohan pada masyarakat.
Seharusnya perokok bisa “melek aksara” supaya setidaknya mampu membaca label larangan dan resiko penggunaannya. Implementasi yang konsisten akan menciptakan budaya bersih, sehat, dan ramah lingkungan. [Berbagai sumber/mor]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar